Guru IPA SMPIT Harapan Bunda, Siti Chotimah, mengatakan tidak ada perbedaan antara soal UN Althof dan siswa lainnya. Bocah kelahiran 30 Januari 1995 tersebut juga dikenal sebagai anak yang aktif dan rajin.
"Dia rajin, bahkan saat ada waktu luang dia selalu ke perpustakaan dan membaca buku-buku semacam ensiklopedia," kata Siti di perpustakaan SMPIT Harapan Bunda, Jalan KH Thohir Gang Sunan Kalijaga X Penggaron Kidul, Pedurungan, Semarang, Senin (4/6/2012).
Siti dan guru-guru lainnya mengaku kaget saat mengetahui anak didiknya yang memiliki keterbatasan tersebut justru bisa memperoleh prestasi. Bahkan nilai pada mata pelajaran lainnya pun tidak terbilang buruk.
"Bahasa Indonesia nilainya 8,20, bahasa Inggris 7,00, Matematika 8,75. Dia memang unggul di IPA dan eksak," imbuh Siti.
Setiap kali mengikuti pelajaran di sekolah, bocah yang aktif di OSIS tersebut menerima pelajaran seperti siswa lainnya. Hanya saja guru memberikan kesempatan kepada Althof untuk memperoleh tutorial personal.
"Karena jika berkomunikasi dengannya harus jelas ekspresi dan mimik muka kita, maka ada tutorial personal berupa menjelaskan secara personal jika ada yang tidak dia mengerti," terang Siti.
Sementara itu, ayah Althof, Edhi Sumarwanto menceritakan bahwa anak ketiganya dari empat bersaudara tersebut memiliki kekurangan sejak lahir. Hal itu disebabkan karena saat mengandung Althof, ibunya, Eny Rusdanungsih meminum obat penunda haid.
"Saat itu ibunya akan pergi haji dan meminum obat penunda haid dan obat-obatan lainnya untuk kelancaran ibadah. Namun setelah pulang haji baru diketahui kalau ibunya ternyata sedang hamil," pungkas Edhi.
Obat-obatan yang dikonsumsi Eny ternyata berpengaruh pada kandungannya. Lalu saat melahirkan baru diketahui bahwa anak ketiganya tersebut menderita tunarungu yang juga mengakibatkan bocah berkacamata itu tunawicara.
"Sudah sempat juga diperiksakan ke Australia. Tapi tidak ada hasilnya," ungkap Edhi.
Semasa Sekolah Dasar, Althof bersekolah di SLB di Semarang. Namun setelah sebuah yayasan untuk anak-anak tunarungu di Jakarta memberi saran kepada Edhi, maka ia berusaha memasukkan anaknya itu ke SMP umum.
"Diberitahu Yayasan Siput Jakarta agar tidak memasukan Althof ke SLB karena dia memiliki IQ cerdas," tutur Edhi.
Setelah Althof lulus SD, pria yang berprofesi sebagai dokter gigi tersebut bersikeras memasukan anaknya ke SMP umum. Berkali-kali Althof ditolak untuk mendaftar sekolah karena keterbatasannya, namun akhirnya ia tiba di SMPIT Harapan Bunda. Di sana Althof juga sempat ditolak hingga akhirnya pemilik yayasan mengizinkannya.
"Sempat ditolak. Tapi karena pemilik yayasan mengerti keadaan anak saya, akhirnya Althof diterima bahkan sekarang memberi prestasi. Althof juga pernah juara lomba Kaligrafi dan Olimpiade Matematika se-Jateng," imbuh guru IPA-nya.
Prestasi yang diukir Althof menjadi pembelajaran bahwa keterbatasan bukan menjadi halangan untuk memperoleh keberhasilan. Saat ini bahkan Althof sudah diterima di sebuah SMA umum di Yogyakarta.
"Anak yang memiliki keterbatasan bukanlah produk gagal dari Tuhan," tutup Edhi.
sumber :http://news.detik.com/read/2012/06/04/202909/1932606/10/siswa-tunarungu-asal-semarang-raih-nilai-ipa-10-di-un-smp
Siswa Tunarungu Asal Semarang Raih Nilai IPA 10 di UN SMP
diterbitkan oleh : http://www.kaskuser.tk
KOTAK KOMENTAR
|