Sabtu, 29 September 2012

Tawuran Pelajar Kian Mengerikan







Dua kelompok pelajar dari sekolah yang berbeda terlibat tawuran di jalur Kereta Rel Listrik (KRL) di kawasan Buaran, Jakarta Timur, Rabu (12/5).MI/RAMDANI


"Siswa yang diketahui bernama Deni Yanuar akhirnya tewas saat dibawa ke RS Cipto Mangunkusumo. Deni mengalami luka bacokan di bagian perut"

Demikian sebagian isi berita tentang tewasnya seorang siswa SMA Yayasan Karya 66 bernama Deni Yanuar, Rabu (26/9) siang di daerah Manggarai, Jakarta Selatan, yang saya baca di sebuah situs berita.

Miris? Saya jawab ya. Walaupun sudah sangat muak dengan aksi tawuran antarpelajar yang rasanya sangat susah untuk dihentikan, membaca adanya korban yang tewas dengan sia-sia ini, saya tetap saja merasa sangat miris. Apalagi, kasus ini hanya berselang dua hari dari kasus tewasnya Alawy Yusianto Putra, siswa SMA Negeri 6 akibat serangan sekelompok siswa SMA Negeri 70 Jakarta Selatan, Senin (24/9).

Tewasnya Deni, 17, dan Alawy, 15, ini menambah rapor merah pendidikan nasional. Pasalnya, hal itu terjadi belum dua pekan setelah kasus serupa terjadi di Depok dan menewaskan pelajar Dedi Triyuda, 17, Rabu (12/9). Seperti halnya Alawy yang tewas akibat ditikam celurit di bagian dada, Dedi juga meregang nyawa setelah ditusuk penyerang dari sekolah lain.

Peristiwa itu juga semakin menambah panjang daftar korban sia-sia akibat tawuran pelajar. Apakah korban-korban yang tewas tersebut terlibat atau tidak terlibat aksi tawuran, tetap saja, hilangnya nyawa pelajar dengan luka yang sangat serius menunjukkan bahwa tawuran pelajar tidak bisa lagi dianggap enteng.

Tawuran pelajar yang terjadi saat ini sudah layaknya sebuah ajang balas dendam dengan wujud kriminal. Adanya persiapan amunisi berupa senjata tajam sejak awal dimana senjata-senjata mematikan itu digunakan untuk menghabisi orang lain, menunjukkan kalau tawuran pelajar tidak boleh lagi sekadar dianggap sebagai kenakalan remaja.

Pemerintah membantah ada kesalahan di dalam sistem pendidikan Indonesia, banyak pendapat yang mengatakan kalau maraknya tawuran di kalangan pelajar karena ada yang salah dalam sistem pendidikan nasional. Maraknya tawuran pelajar menunjukkan sistem pendidikan nasional cacat dimana pendidikan saat ini dinilai lebih mementingkan pendidikan otak ketimbang pendidikan budi pekerti.

Jika ditanya siapa yang paling bertanggung jawab atas masalah ini, semua pihak baik keluarga, sekolah maupun pemerintah semuanya mempunyai andil. Namun jika melihat asal-muasal tawuran yang sekadar menuntaskan dendam atas hal-hal sepele, itu menunjukkan sumbu perdamaian sudah teramat pendek. Hal itu sekaligus pula menegaskan dugaan bahwa kekerasan memang telah diternakkan sehingga kian akrab dengan anak bangsa.

Jelaslah, pelajar kita, para tunas bangsa, memiliki referensi yang cukup untuk berlaku brutal. Mereka menyaksikan tindakan kekerasan--entah atas nama agama, suku, atau kelompok--sering kali dibiarkan tanpa tindakan tegas dari aparat negara.

=========
Menurut saya, fungsi sekolah harus dikembalikan sebagai tempat peserta didik mendapat pembinaan kepribadian, bukan hanya intelektual. Bagaimana pendapat agan-agan






Tawuran Pelajar Kian Mengerikan
diterbitkan oleh : http://www.kaskuser.tk

KOTAK KOMENTAR



Baca Juga Artikel Menarik Lainnya