“Pertama kali tinggal di rumah ini rasanya bingung dan pusing, karena muter, jadi berbeda sekali dengan rumah yang biasanya kotak”, ungkap Siti.
Spoiler for Pict+: Suasana rumah Siti di lantai dua Siti (kiri), Titi (kanan) beserta putrinya (tengah) Rumah dome itu terdiri dari dua lantai, terdiri dari dua kamar tidur, ruang tamu, dapur, sedangkan untuk aktivitas MCK terdapat rumah dome khusus yang masing-masing terdapat delapan kamar mandi yang digunakan secara bersama-sama. Rumah dome sangat praktis, tidak memerlukan space yang besar serta jika ingin bersih-bersih rumah dapat berlangsung dengan cepat. Rumah dome diklaim kuat terhadap goncangan gempa bumi dan terjangan angin. Jika pada siang hari di saat matahari terik, kondisi ruangan di rumah bunder itu juga menjadi panas. Selain itu, jika terjadi hujan pada malam hari, warga tidak tahu bahwa sedang terjadi hujan kecuali mereka keluar rumah.
“Tau-tau paginya, tanahnya udah basah aja”, kata Titi.
Terlebih lagi, jika sudah berada di dalam rumah, lalu ada yang memanggil, maka orang yang memanggil itu harus berteriak atau mengetuk pintu dengan kencang. Di malam hari, area rumah dome sangat sepi, bahkan jam delapan malam suasana sunyi bisa dirasakan karena warga sudah masuk rumah masing-masing.
“Tidak ada ronda malam, jadi ya sepi”, tambah Siti.
Kawasan yang ditinggali sekitar 72 keluarga ini, memiliki fasilitas kesehatan, taman bermain bagi anak-anak, mushola, tempat pendidikan, dan toilet umum untuk warga yang berbentuk ‘bunder‘ juga serta toilet umum untuk pengunjung. Untuk pembuatan kawasan dome sendiri termasuk cepat, setelah gempa bulan Mei, Juni sudah diadakan pembukaan lahan. Maret tahun berikutnya selesai pembangunan secara keseluruhan. Tepat pada peringatan setahun gempa Jogja, serah terima dan peresmian oleh warga dari pihak yang memberikan bantuan. |