Djamaludin Malik (lahir di Padang, Sumatera Barat, 13 Februari 1917 – meninggal di München, Jerman, 8 Juni 1970 pada umur 53 tahun) adalah seorang produser film, pengusaha, dan politisi Indonesia. Dia juga dikenal sebagai Bapak Industri Film Indonesia dan penggagas Festival Film Indonesia. Djamaludin juga turut membidani kelahiran organisasi produser se-Asia (MPA). |
Djamaludin Malik merupakan salah seorang keturunan Sultan Pagaruyung di Minangkabau. Oleh teman-temannya, Djamaludin Malik dikenal sebagai seorang dermawan. Dia menjadi bos atau raja seniman Senen. Kepada dialah, para seniman yang saat itu jauh dari kehidupan glamor mengharapkan bantuan keuangan, baik sekadar untuk minum kopi, membeli buku, menonton sandiwara, hingga memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Dia membuka rumahnya selama 24 jam bagi siapa saja yang ingin datang. |
Sebelum terjun ke dunia seni budaya, Djamaludin bekerja di sebuah maskapai palayaran Belanda. Dia juga pernah bekerja di sebuah perusahaan dagang Belanda. Dari pengalaman bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda tersebut, dia memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai kiat berdagang dan manajemen perdagangan modern, dan sekaligus bisa menghimpun kekayaan. |
Pada tahun 1942, Djamaludin mulai melangkahkan kaki untuk perjuangan kemerdekaan dengan mendirikan kelompok sandiwara Panca Warna. Kelompok ini pentas keliling hampir di seluruh kota besar Indonesia untuk membangkitkan semangat juang dan cinta tanah air. Pada tahun 1951, Djamaludin Malik mendirikan dan menjabat Presiden Direktur PT. Persari (Perseroan Artis Indonesia) yang boleh dikatakan sama dengan Union Artis di Amerika Serikat. Ia membuat beberapa puluh film dan membeli sebuah daerah di kawasan Jakarta Kota untuk menampung para pekerja film. Disamping sebagai pengusaha film, Djamaludin juga bergerak dalam dunia perdagangan. Dia duduk sebagai Presiden Direktur Biro Teknik Prapatak yang bergerak dalam bidang instalasi listrik, radio, menjual kulkas, mesin-mesin ketik/hitung, serta Presiden Direktur PT. Cimalaka, sebuah pabrik tenun di Sumedang. |
Djamaludin juga aktif berpolitik, yakni sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung. Dia juga pernah menjabat Ketua Dewan Film Nasional dan Ketua III Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Aktivitasnya di bidang politik berujung pada tuduhan ia bersimpati pada pemberontakan PRRI di Sumatra, sehingga mengakibatkannya dipenjara pada tahun 1958. Namun tak lama setelah itu dia dibebaskan, karena hal itu tidak terbukti. |
|
Baru ketika terjadi perebutan kekuasaan dari tangan Belanda ke tangan Jepang pada tahun 1942, di mana semua aset dan kekuasaan Belanda di ambil alih oleh Jepang, saat itulah Djamaluddin Malik sebagai seorang patriot mulai melangkahkan kaki untuk perjuangan dengan mendirikan kelompok sandiwara Panca Warna. Kelompok ini pentas keliling hampir di seluruh kota besar Indonesia untuk membangkitkan semangat juang dan cinta tanah air, untuk menghadapi penjajahan. Atas jasanya itu ia di angkat sebagai seorang pahlawan Nasional. Seperti yang pernah di saksikan Pramoedya, drama Djamaluddin Malik Ratu Asia, yang pernah di pentaskan di Garden Hall, Jakarta itu sangat mempesona, baik ceritanya, maupun peran pemainnya. Ini membuktikan keseriusan Djamal dalam membentuk lembaga kesenian modern ini. |
Pada masa kemerdekaan yakni tahun 1951 ia mempelopori berdirinya industri perfilman Indonesia dengan gaya Hollywood dengan mendirikan NV. Persari (Perseroan Artis Republik Indonesia). Studio film yang berlokasi di Polonia Jatinegara berada di areal tanah yang sangat luas dan memiliki sarana yang lengkap, baik untuk latihan, shoting dan pertunjukan film dan drama, di lengkapi pula dengan perumahan para artis, memang sejak awal Djamaluddin ingin mengangkat kehidupan para artis, yang kebanyakan baru meniti karir dalam asuhannya sendiri. Gedung ini sering di jadikan tempat pertemuan para seniman dan budayawan. Pertemuan para Ulama NU sering kali di adakan di sini. Studio ini sangat produktif menghasilkan film, dengan produksi rata-rata delapan film setahun, sehingga ia tampil sebagai seorang produser film pribumi terbesar saat itu. Sementara itu usaha dagangnya juga terus berkembang pesat. Tanggal 8 Juni 1970 Djamaludin Malik menghembuskan nafasnya yang terakhir di Muenchen, Jerman. Jenazahnya disemayamkan di pekuburan Karet, Jakarta. |
DJAMALUDIN MALIK pelopor industri film nasional
diterbitkan oleh : http://www.kaskuser.tk
KOTAK KOMENTAR
|